Wednesday 20 April 2016

Sejarah Desa Jambu

Desa Jambu merupakan satuan wilayah pemerintahan yang berada di Kecamatan Jambu. Berdasarkan struktur pemerintahannya, Jambu merupakan Desa yang dipimpin oeh kepala desa. Saat ini Desa Jambu menjadi pusat Kecamatan Jambu. Desa Jambu terbagi menjadi  RW dan 27 RT.
Dalam sejarahnya, Desa Jambu adalah desa yang 70% wilayahnya merupakan areal persawahan yang menjadi salah satu penyangga padi di Kabupaten Semarang. Riwayat Desa Jambu konon diawali dari cerita Dadung Kawuk yang berasal dari Desa Pingit, Temanggung. Dadung Kawuk ingin menjadi prajrit di kerajaan Demak, namun raja mengizinkan asalkan Dadung Kawuk beradu kekuatan dengan Jaka Tingkir. Dadung Kauk kemudian menerima tantangan raja untuk berkelahi dengan Jaka Tingkir. Namun, Dadung Kawuk kalah dalam pekelahian karena Jaka Tingkir mengetahui kelemahan Dadung Kawuk, yaitu dengan dilempar daun sirih. `                                  
Akhirnya, Dadung Kawuk beserta pengikutnya melarikan diri karena kekalahannya. Pada perjalanan Dadung Kawuk melewati sebuah rawa (dalam istilah Jawa Ngambag Rowo), maka beliau berpesan besuk mulyannya zaman desa tersebut diberi nama “Mbahrowo” yang sekarang menjadi Ambarawa. Perjalanan Dadung Kawuk kemudian berlanjut barat. Didalam perjalanan Dadung Kawuk menahan sakit akibat kalah dalam perkelahian hingga menggerang (dalam istilah Jawa Nggereng) sehingga wilayah tersebut diberi nama Desa Ngampin.
Perjalanan Dadung Kawuk dilanjutkan ke barat, namun Dadung Kawuk meninggal dalam perjalanan dan jasad Dadung Kawuk sudah berbau (dalam istilah Jawa Nggondo). Tempat tersebut kemudian diberi nama Desa Gondoriyo. Pengikut Dadung Kawuk melanjutkan perjalanan ke barat hingga melewati suatu daerah yang sering terjadi pembegalan atau perampasan harta sehingga mereka berjaga-jaga (dalam istilah Jawa Jogo Beboyo) maka daerah tersebut diberi nama Jogo Boyo yang sekarang menjadi kawasan berjualan durian.
Pengikut Dadung Kawuk bersama jasad Dadung Kawuk kemudian melanjutkan perjalanannya ke barat hingga jasad Dadung Kawuk sudah berbau (dalam istilah Jawa Mambu) yang kemudian daerah tesebut diberi nama Desa Jambu. Akhirnya, Dadung Kawuk dimakamkan di Desa Jambu. Namun, keluarga Dadung Kawuk menghendaki jasad Dadung Kawuk untuk dipindah ke desa asalnya, yaitu Desa Pingit sehingga yang tertinggal hanya gladaknya saja. Bekas makam tersebut kemudian diberi nama makam gladak. Sampai saat ini makam tersebut banyak dikunjungi para peziarah. Dalam sejarah Desa Pingit, Dadung Kawuk merupakan keturunan ningrat atau bangsawan yang arif dan bijaksana, sehingga banyak peziarah dari berbagai wilayah yang datang ke makam tersebut.
Sebelum meninggal, Dadung Kawuk berpesan barang siapa ingin:
1.      Didekatkan jodohnya;
2.      Keinginannya terkabul;
3.      Diselamakan dari segala bencana
Maka harus mandi 7 sumber air, sedangkan 7 sumber air tersebut berada di Desa Jambu yang diawali dari jalan sepanjang Ambarawa sampai ke Desa Jambu (Napak Tilas) sehingga setiap tanggal 14, 15, dan 16 sya’ban jalan sepanjang Ambarawa-Jambu ramai oleh masyarakat yang berjalan dan berakhir mandi di Kali Condong. Adapun yang mengharapkan ingin segera mendapatkan jodoh, maka ditambah satu syarat yaitu membeli serabi yang terdapat di Desa Ngampin. Serabi merupakan singkatan dari “segera rabi atau selak kesusu rabi”.

9 comments:

  1. Bagaimana dengan mbah jambu/sejambu????
    Perlu pengkajian lagi, karena asal usul cerita ini mirim dongeng dari orangtua terdahulu.
    Dulu aktifis remaja jambu lor pernah mencari asal usul tentang desa jambu

    Mencari sumber2 dari sesepuh yg dirasa usianya paling sepuh yg masih hidup. Pencarian hingga ke tuntang tempat kakaknya mbah KH. Sulthon, ke jogja (lupa nama orangnya) namun dari pemaparan beliau2 juga belum memuaskan alias beliau2 pun belum pernah mendengar cerita asli tentang asal muasal desa jambu ini

    ReplyDelete
  2. Kepada Yth. Bapak Husein Maldini
    Terima kasih atas koreksinya.
    Semoga dapat memberi kebaikan bagi kami kedepan dalam memberikan sajian informasi tentang desa kita tercinta

    ReplyDelete
  3. Banyak yg tidak cocok. Bagaimana dg mbahLembah di ambarawa? Bagaimana dg asal usul ngampin? Gak cocok

    ReplyDelete
  4. Dr purwanto, pemerhati sejatah jawa dan kejawen

    ReplyDelete
  5. ceritanya not contain fact,tidak ada dalam fakta

    ReplyDelete